Tipe Respon Hewan ( Cacing Tanah )

 LAPORAN PRAKTIKUM

Tipe Respon Hewan ( Cacing Tanah )

 

Dosen Pengajar :

Dr. Ir. Sata Y. Srie Rahayu, M.Si.

Beata Ratnawati. ST, M.Si.

 

Asisten Dosen :

Elva Febiyanti Faidah Warohmah, A.Md.

Siska Apriliyani, A.Md.

 

 

 

 

Oleh :

(LNK A1)

PURNAMA SYUKRO         J3M119101

 

 

TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN

SEKOLAH VOKASI

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2021

 

 

 

 

 

BAB I  

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Respon hewan terhadap perubahan faktor lingkungan dianggap sebagai strategi hewan untuk beradaptasi dan untuk kelangsungan hidupnya. Setiap hewan akan menunjukkan strategi adaptasinya yang merupakan faktor penting bagi kelangsungan hidup mereka. Lingkungan berperan sebagai kekuatan untuk menyeleksi bagi populasi yang hidup di dalamnya. Hanya populasi yang mampu beradaptasi, baik adaptasi morfolofi, fisiologi, maupun perilaku, akan lestari; sedangkan yang tidak mampu beradaptasi harus pindah ke lingkungan yang sesuai dengan kebutuhannya atau jika tidak pindah, mereka akan mati (Sumarto Suroyo, Koneri Roni 2016).

Taksis adalah bentuk sederhana dari tingkah laku hewan dalam proses pemyesuaian diri terhadap kondisi lingkungannya. Hewan akan menunjukkan suatu orientasi karena adanya ransangan dan tidak semua orientasi dapat dinyatakan taksis. Suatu gerakan dapat dinamakan taksis bila responnya tetap terhadap satu macam rangsangan yang diberikan.Taksis dapat diberi nama berdasarkan arah orientasi dan pergerakan (positif atau negatif) dan juga terhadap macam rangsangan, misalnya terhadap rangsangan cahaya (fototaksis), rangsangan terhadap arus air (rheotaksis), dan rangsangan terhadap bahan kimia (kemotaksis).

Cacing yang di gunakan adalah dari species Pontoscolex corethrurus. Pontoscolex corethrurus merupakan spesies cacing yang memiliki daya adaptasi luas, dan toleran terhadap berbagai kondisi lingkungan, maka cacing tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioteknologi tanah dalam konservasi dan memperbaiki kesuburan tanah tropika di Indonesia (Setyaningsih Herwin, dkk 2014).

1.2  Tujuan

Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui respon cacing tanah terhadap rangsangan cahaya dan respon cacing terhadap gravitasi (kemiringan).

1.3  Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk fototaksis yaitu cacing tanah (Pontoscolex corethrurus), piring beling, senter, plastik hitam, gunting dan tepung. Sedangkan untuk geotaksis yaitu cacing tanah (Pontoscolex corethrurus), kardus, air, pena, dan busur.

1.4   Metode Kerja

Fototaksis

1. Piring diberi tepung terlebih dahulu kemudian diratakan. 

2. Setengah bagian atas dan bawah ditutup dengan plastik hitam .

3. Setengah bagian lainnya dibiarkan terbuka dan disinari dengan cahaya senter.

4. Pada bagian tengah media terang dan gelap diletakkan lima ekor cacing.

5. Diamati pergerakannya selama 15 menit dan dicatat.

6. Dilakukan tiga kali ulangan.

Geotaksis

Aturlah kemiringan alat geotaksis (misalnya 10o) dan berilah alas bidang yang miring tersebut dengan kertas yang sudah dilembabkan. Kemudian letakkan lima ekor cacing pada bagian bawwah bidang miring dengan posisi kepala menghadap ke atas.Ikuti pergerakan cacing tanah ini dan catat berapa ekor diantaranya yang melewati garis tengah bidang miring. Ulangi percobaan ini dengan memperbesar sudut bidang miring menjadi 30o, 50o, dan 70o. Selanjutnya diskusikan hasil percobaan ini dengan sifat cacing tanah ini.


BAB II  

HASIL DAN PEMBAHASAN   

2.1  Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fototaksis

Ulangan

Menit ke-

Keterangan

U1

06:40

Dua cacing berada ditempat gelap dan sisanya berada ditempat terang

U2

05:30

Dua cacing berada ditempat gelap dan sisanya berada ditempat terang

U3

05:20

Tiga cacing berada ditempat gelap dan sisanya berada ditempat terang

 

Tabel 2. Hasil Pengamatan Geotaksis

Sudut kemiringan

Waktu

Keterangan

30o

3 menit

3 cacing berhasil melewati garis tengah

50o

4 menit

4 cacing berhasil melewati garis tengah

70o

5 menit

2 cacing berhasil melewati garis tengah

 

2.2 Pembahasan

Cacing yang di gunakan adalah dari species Pontoscolex corethrurus. Pontoscolex corethrurus merupakan spesies cacing yang memiliki daya adaptasi luas, dan toleran terhadap berbagai kondisi lingkungan.Cacing tanah ini sangat luas penyebarannya di Indonesia dan banyak ditemukan pada semak belukar dan padang rumput. Cacing tersebut berpotensi untuk  dikembangkan sebagai bioteknologi tanah dalam konservasi dan memperbaiki kesuburan  tanah tropika di Indonesia. Peran hewan tanah pada ekosistem tanah cukup besar dalam  menentukan kualitas dan struktur tanah.

Respon cacing terhadap rangsangan cahaya disebut fototaksis. Percobaan fototaksis digunakan untuk mengetahui respon cacing terhadap rangsangan cahaya. Pada percobaan fototaksis pada ulangan satu, cacing lebih cenderung diantara fase terang dan fase gelap, pada ulangan ke-dua cacing lebih cenderung anatara fase terang dan fase gelap, dan pada ulangan ke-tiga cacing lebih cenderung ke fase gelap. Fototaksis terdiri dari dua jenis fototaksis negative dan positif, fototaksisi negative artinya cacing menjauhi lingkungan yang tidak cocok, sedangkan fototaksis positif cacing mendekati lingkungan yang cocok. Menurut Firmansyah dkk, 2017, Ponthoscolex corethrurus biasa hidup di bawah kanopi pohon sehingga intensitas cahaya matahari yang masuk sedikit. Tempat minim cahaya matahari menjadi habitat yang baik untuk Ponthoscolex corethrurus hidup. Dari percobaan cacing banyak terdapat di tempat gelap, yang artinya cacing bisa dikatakan hewan nocturnal dan cenderung mencari tempat yang minim cahaya untuk kehidupannya.Tekstur tepung yang mirip seperti pasir mempengaruhi pergerakan cacing pada saat fototaksis, yang menyebabkan cacing bergerak menjadi lambat pada saat bergerak ke area gelap.

  Pada percobaan geotaksis, pergerakan cacing tercepat ada pada kemiringan 30o karena permukaan yang masih sedikit landai. Pada percobaan geotaksis, setiap perlakuan dengan kemiringan yang beda dilakukan selama lima menit, pada kemiringan 30o pergerakan cacing sedikit lambat karena dipengaruhi gaya gravitasi yang sedikit besar, pada kemiringan 50o pergerakan cacing agak lambat karena gaya gravitasi makin besar dan pada kemiringan 70o pergerakan cacing ke garis akhir sudah sangat lambat karena permukaannya curam dan gaya cacing membutuhkan tenaga yang lebih besar untuk melawan gaya gravitasi. Orintasi masing-masing dari cacing tidaklah sama karena setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda, tetapi semakin tinggi kemiringan maka sedikit cacing yang berhasil melewati garis finish. Jadi orientasi yang diberikan pada cacing adalah negative karena semakin curam ketinggian yang diberikan semakin lama cacing bergerak.

 

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Respon cahaya yang diberikan pada cacing menunjukan respon positif karena cacing lebih memilih ditempat gelap, sedangkan respon gravitasi yang diberikan pada cacing memberikan respon negative dimana cacing menunjukan pergerakan yang lambat seiring bertambah curamnya medan yang diberikan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Firmansyah,dkk. 2017. Stuktur komunitas cacing tanah (kelas Oligochaeta) di Kawasan    Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang. Jurnal Protobiont 6 (3) : halaman 108-117.

Sumarto Suroyo, Koneri Roni. 2016. Ekologi Hewan. Bandung (ID) : Patra Media Grafindo.

Setyaningsih Herwin, dkk. 2014. Respon cacing penggali tanah ponthoscolex corethrurus  terhadap berbagai kualitas seresah. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan Vol 1 No 2:  63-72, 2014.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

Fototaksis Cacing Geotaksis Cacing Kemiringan 30

 

 

 

       Geotaksis Cacing Kemiringan 50

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Adaptasi Struktural Hewan Terhadap Lingkungan

SAMPLING HEWAN TANAH DENGAN METODA SORTIR DENGAN TANGAN